mewujudkan perempuan masa kini sebagai tiang negara dalam potret keislaman

katanya Wanita adalah racun dunia, karena dia dapat membutakan segala apa yang diinginkannya,Begitulah sapaan yang kerap kali terlontar bagi seorang wanita yang kerap kali terdengar digendang telinga kita. Kira-kira begitulah penilaian kaum Adam sekarang terhadap wanita. Perspektif para lelaki selalu berpikir bahwa kaum wanita yang membuat mereka hancur tanpa berfikir terlebih dahulu sebelum menyimpulkannya, padahal tanpa mereka sadari iman siapa yang mudah terusik.
Hasil gambar untuk foto perempuan sebagai tiang negara
Realitanya perumpamaan tersebut bisa jadi dibenarkan, karena ada beberapa wanita yang memang memiliki sifat yang kurang baik. Tetapi terkadang kata “beberapa” itu mereka abaikan, mereka langsung menyimpulkan bahwa semua wanita itu sama tanpa melihat realita sebenarnya bahwa tidak semuanya berkelaku demikian,Wanita juga diibaratkan intan permata cantik nan indah yang tiada tara harganya. Namun, wanita bisa menjadi madu yang manisnya tak terkalahkan oleh apapun. Seperti dalam Islam disebutkan bahwa "Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah". Dari kalimat ini sangat jelas sekali bahwa tidak semua wanita itu adalah racun, namun wanita merupakan pehiasaan terindah. Di dunia ini tidak akan sepi dari wanita-wanita yang sinar keshalihah-annya menyinari lubuk hatinya. Jadi tidak semua wanita adalah racun! 

Allah Subhanahu Wata'ala menciptakan wanita itu dengan kodrat kewanitaannya, penuh dengan sifat lemah lembut dan penuh dengan kasih sayang agar mampu melaksanakan tugasnya sebagai putri, ibu, istri dan anggota masyarakat. Islam sangat mengistimewakan serta mengatur kehidupan wanita dengan sangat rapi untuk menciptakan keberlangsungan hidup masyarakat yang baik.            

Pada jaman jahiliyah, keberadaan wanita sangat tidak diharapkan. Bahkan tertulis dalam Alqur’an (QS. An-Nahl : 58 ) yang artinya “Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah”. Begitu rendahnya derajat wanita saat itu. Hingga dikisahkan bahwa jaman dahulu saat istri mereka hendak melahirkan, dibuatlah lubang untuk tempat bersalin. Jika dilihat bayinya laki-laki maka diambillah bayi itu, sementara jika didapatinya bayi perempuan maka dipotonglah tali pusarnya dan dikubur hidup-hidup.

Keadaan berubah setelah Nabi Muhammad saw datang dengan membawa ajaran agama islam. 


Beliau pernah bersabda dalam sebuah hadistnya, “barang siapa mempunyai tiga orang anak perempuan yang dijaga dan dibesarkan dengan baik, maka anak-anak tersebut akan menjadi penghalang orang tuanya dari api neraka”. Sejak keluarnya hadist tersebut, kebiasaan membunuh anak perempuan sudah tidak ada lagi. Justru mereka merasa sangat bahagia saat mendengar kabar istrinya melahirkan anak perempuan. Islam begitu indah dalam mengatur peradaban masyarakat saat itu. Hingga saat sekarang ini, keberadaan wanita sangat dihargai. 

Dalam sebuah hadist Rosulullah saw menyatakan bahwa “Wanita adalah tiang negara, jika baik wanitanya maka baiklah negaranya dan jika rusak wanitanya maka rusak pula negaranya”. Jujur saat mendengar kalimat itu, batin ini seakan menjerit menyadari bahwa tugas kita sebagai wanita ternyata juga tidak ringan. Negara menjadi taruhannya. Sebab dari para wanita inilah akan lahir para pemimpin dan penerus bangsa di masa yang akan datang. Nasib bangsa ini tidak semata bergantung pada seperti apa pemimpin/penguasa negaranya, tetapi lebih pada bagaimana keadaan kaum wanitanya.

Nabi mengumpamakan wanita sebagai sebuah “tiang” bukan pintu, atap atau jendela. Hal ini karena Sebuah bangunan bisa berdiri kuat karena ada pondasi utamanya yaitu berupa tiang. Jika tiangnya rapuh, maka bangunan tersebut juga akan mudah ambruk. Nabi memberikan perumpamaan wanita sebagai tiang, karena wanita lah yang akan menjadi penopang kehidupan. Jangan dianggap kegiatan wanita hanya sebatas mengurusi rumah tangga saja. Sadarilah, keberlangsungan negara ini pun berawal dari sebuah “Rumah Tangga”. Saya sangat mengapresiasi mereka (kaum lelaki) yang dapat memahami betul hakikat seorang wanita. Mereka tak akan menganggap apa yang dilakukan seorang istri (wanita) di dalam rumah hanya sebatas “aktivitas” yang tak menghasilkan uang. Pengabdian seorang istri tak bisa digantikan dengan uang! Berapa pun besar nilai uang tersebut. 

Berawal dari kehidupan sebuah keluarga, wanita berperan sebagai sandaran bagi keluarganya. Maka itu wanita harus mempunyai hati yang kuat yang  tidak mudah rapuh diterjang problematika rumah tangga. Layaknya sebuah bangunan, terkadang tiangnya tak terlalu tampak dari luar namun ia tetap ada untuk menopang bangunan tersebut. Begitu juga seorang wanita, tak perlu ia memperlihatkan kekuatannya pada orang lain. Ia berada di belakang sebagai sumber kekuatan. Sebagai sebuah tiang, yang paling penting adalah kekuatannya. Wanita tidak harus menyibukkan dirinya dengan memoles tampilan luarnya, tetapi harusnya ia lebih memperhatikan ke dalam hatinya. Sudah seberapa kuatkah ia untuk menopang? Maka dari itu, wanita dituntut untuk pintar dan cerdas. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist, “Menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin dan muslimah”. Wanita juga harus terus belajar dan memperbaiki kualitas dirinya sehingga ia bisa mendidik putra putrinya nanti dengan benar. Mencari ilmu agar kita mengerti bagaimana harusnya kita berjalan di atas bumi Allah sebagai hamba-Nya. Sehingga nantinya akan lahir dari dalam rahim kita putra putri yang mampu membangun bangsanya tanpa melupakan hakikatnya sebagai seorang hamba.

Sedangkan Allah Subhanahu Wata'ala tidak memberikan tanggung jawab yang sama pada kaum lelaki, karena secara lahiriah lelaki tidak diciptakan untuk melahiran, menyusui, maupun sifat lemah lembut layaknya wanita. Allah menakdirkan lelaki memiliki tenaga dan kekuatan yang lebih kuat dibandingkan wanita, sehingga tugas seorang lelaki antara lain mencari nafkah bagi keluarganya. Inilah keseimbangan tanggung jawab yang Allah gariskan pada sosok lelaki dan perempuan.            

Kini Islam telah memberikan salah satu tanggung jawab besar bagi wanita yaitu peranan sebagai seorang ibu, mengurus keberlangsungan rumah tangganya. Peran ini tidak bisa disepelekan dan diremehkan, karena pada pasalnya seorang ibu merupakan sosok strategis membina anaknya yang kelak menjadi generasi bangsa. Hal ini dikarenakan seorang ibu merupakan madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. sebab ibulah yang lebih sering berinteraksi dengan anaknya dari awal dilahirkannya hingga akhir hayatnya. Namun, sekarang tatanan aturan yang datangnya dari Allah itu seakan-akan mulai dikikis oleh ideologi kapitalisme yang sangat jelas terlihat sekarang. Tak jarang kita dapati kaum wanita yang mencari nafkah, sedangkan suaminya hanya bersantai ria di rumah, menikmati hasil jerih keringat sang istri.            

Menjadi seorang ibu bukanlah suatu pilihan tetapi hal tersebut merupakan sunatullah (sifat alami) yang ditakdirkan dan dikehendaki Allah atas hamba-Nya yang berjenis kelamin perempuan. Begitu pula dengan posisi seorang wanita menjadi tiang negara bukanlah suatu pilihan tetapi sudah menjadi fakta bahwa wanita berpengaruh bagi keberlangsungan suatu negara. Inilah suatu kemuliaan yang tinggi bagi kaum wanita, bukanlah suatu kehinaan seperti yang pernah disuarakan oleh golongan pemikir sekuler. Mungkin terlintas di benak segelintir orang, mengapa wanita dianalogikan seperti “tiang” bukan dengan pintu, jendela, dinding dan lain sebagainya?. Hal tersebut dikarena oleh penganalogian suatu negara bagaikan sebuah bangunan. Bangunan bisa berdiri kokoh dan kuat disebabkan oleh sebuah tiang yang menopangnya, apabila tiang tersebut rapuh maka ambruklah bangunan tersebut. Seperti itulah negara, rusaknya pribadi seorang wanita maka akan mengakibatkan hancurnya sebuah negara. Sungguh besar bukan peran seorang wanita?. Dengan ini kita tahu bahwa wanita itu tidak hanya dapat bergerak dalam lingkungan yang sempit saja, perannya pula bukanlah hanya sebatas sebagai ibu yang mengurusi rumah tangga, yang oleh sebagian orang dipandang sebagai wanita yang tidak berdaya dan tidak pula memiliki prestasi. Namun kita harus menyadari bahwa suatu negara itu lahir dari sebuah rumah tangga. Saya sangat berkesan kepada sebagian kaum Adam yang tidak menilai tugas seorang wanita sebagai ibu rumah tangga itu adalah hal yang tidak menghasilkan uang, karena mereka pasti memahami bahwa pengabdian wanita itu tidak dapat digantikan dengan seberapa banyak pun jumlah uangnya.
Dalam sebuah kehidupan keluarga, wanita merupakan sandaran terpenting bagi keluarganya. Maka dari itu wanita dituntut untuk selalu kuat dan tidak mudah rapuh dalam menghadapi problematika rumah tangga. Seperti yang telah dianalogikan sebagai sebuah tiang bangunan yang menjadi penopang utama tegak dan kokohnya sebuah bangunan. Apabila rapuh tiang bangunan hancurlah bangunannya. Jadi hal terpenting adalah kekuatan tiang tersebut, bukanlah bentuk ataupun ukirannya, begitu pula pada wanita bukan paras eloknya yang dijadikan pijakan tetapi kekuatan hatinya yang terpenting dalam mengatur tatanankehidupan. Dengan itu pula wanita dituntut untuk pintar dan cerdas, karena wanita juga harus tetap belajar dan memperbaiki kualitas dirinya sebagi bekal untuk mendidik putra-putrinya yang lahir dari rahim mereka. Sebagaimana disinggung dalam sebuah hadits, :Menuntut ilmu wajib bagi muslimin dan muslimah'. Pemaparan hadits ini menjelaskan kepada kita, bahwa tidak hanya lelaki yang wajib mencari ilmu, namun wanita pun diwajibkan. Karena setiap pendidikan yang didapatkannya merupakan investasi masa depan yang sangat berharga, khususnya dalam pengelolaan rumah tangga dan dalam mewujudkan generasi yang bermutu dan handal.

Nabi ShalALLAHu`alaihiwasalam bersabda: “Wanita adalah Tiang Negara, jika baik Wanita suatu Negara maka baiklah Negara nya. Dan jika rusak mereka maka akan hancur pulalah Negara nya.”
Nabi ShalALLAHu`alaihiwasalam menamakan kita kaum Wanita sebagai tiang dan tentu saja bukan tanpa alasan. Sebagaimana sifat tiang dalam sebuah bangunan. Ia adalah penentu kekuatan. Bisa jadi sebuah rumah terlihat indah dari luar namun jika tidak memiliki tiang yang kokoh, kerobohan nya sudah bisa diperkirakan.

Wanita bukan hanya pintu pembuka, bukan pula atap tempat berteduh, ia bukan alas tempat kaki berpijak, bahkan bukan dinding sarana penutup aib dari pandangan orang. Ia adalah tiang, dan sekali lagi untuk sifat tiang jika ia dirobohkan roboh pulalah seluruh bangunan.
Bisa jadi Laki-laki lebih pintar, tapi soal bermain dengan perasaan, Wanita selalu tak terkalahkan. Bisa jadi Lelaki lebih kuat tenaga nya tapi urusan kesabaran menghadapi keruwetan selalu Wanita lebih mampu menahan. Maka, sekali lagi Wanita adalah tiang, ia adalah tumpuan segenap permasalahan.

Dengan segenap perbedaan Wanita dan Lelaki dicipta berlainan. Mengapa harus menuntut persamaan hak dan kesejajaran jika perbedaan itu bukan sebuah perendahan namun justru pemuliaan kalau kita cerna lebih dalam. Perbedaan cara berpakaian misal nya adalah sarana menghormati diri sendiri, karena Wanita yang tak mempertontonkan aurat nya justru tengah melindungi diri nya dari kejahatan Laki-laki yang tak bertanggung jawab atas diri nya. Ada nya hak talak hanya dimiliki kaum Laki-laki adalah cara paling aman untuk menghindari perceraian, karena bagaimanapun wanita lebih mudah hanyut dalam perasaan dan mudah terbawa emosi dibanding kaum lelaki yang logika lebih bermain untuk mereka.
Salah satu wanita yang patut di contoh adalah Khadijah Radhiallahu Anha
Dalam sejarah peradaban Islam, nama Khadijah tidak dapat dipisahkan dari perjalanan hidup Nabi Muhammad Salallahu alaihi WasallamKarena Khadijah dengan setia selalu mendampingi beliau dan senantiasa memotivasi, baik secara materi maupun non-materi. Khadijah adalah sosok wanita yang cerdas. Kecerdasannya itu dapat dilihat dari bagaimana ketelitian beliau dalam mengamati datangnya wahyu Allah yang dibawa oleh Jibril. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, bahwa Khadijah bertanya, “Wahai anak pamanku, dapatkah engkau memberi tahuku tentang temanmu yang datang ?” kemudian Nabi menjawab, “ya. Khadijah bertanya, “Apakah engkau melihatnya?” kemudian Nabi menjawab, “Ya. Khadijah berkata, “Bawalah dia masuk kedalam kamarku !” kemudian Khadijah bertanya lagi, apakah engkau masih melihatnya ?” kemudian Nabi menjawab, “ya. Kemudian Khadijah membuka kerudungnya dan bertanya lagi kepada Nabi, “Apakah kamu masih melihatnya ?” Nabi menjawab, “tidak”. Kemudian Khadijah menjelaskan, “Sesungguhnya dia adalah Jibril pembawa wahyu, kelak engkau menjadi Nabi bagi ummat ini”.

Tidak hanya sampai disitu, Khadijah terus berusaha mencari kebenaran itu untuk memantapkan keyakinannya itu dengan menanyakan prihal wahyu (yang diberikan kepada Muhammad) kepada Waraqah bin Nufail yaitu seorang rahib yang juga saudara sepupunya. Ternyata jawaban Waraqah sama, yaitu “Sesungguhnya dia (Muhammad) adalah Nabi bagi Ummat diakhir zaman”.

Oleh karena kecedasannya itu, dia dijuluki sebagai salah satu mutiara dari sembilan mutiara yang menyertai perjalanan hidup Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam

Maka, wahai para Tiang, tak usah ingin menjadi atap, pintu, dinding atau yang lain.. tetaplah menjadi tiang yang menjalankan fungsi tiang, karena bagaimanapun yang terpenting dalam sebuah tatanan adalah tiang, langkah awal perubahan semua bergantung dari engkau. Ketika engkau kokoh dan tegar seluruh bangunan menjadi demikian.

Komentar

Postingan Populer